ki mangunsarkoro. mangunsarkoro.wordpress.com
Reporter: Titis Widyatmoko
Kesederhanaan dan kesahajaan sulit
sekali ditemukan pada para pejabat sekarang. Bukannya memberi teladan ke
bawahan, banyak pejabat doyan korupsi. Lebih parah lagi, segala macam
pengadaan barang bisa jadi ajang korupsi.
Baru lalu ditemukan kasus korupsi sapi impor, mesin jahit, hingga sarung. Belakangan ini, muncul tersangka korupsi pengadaan Alquran dan baju dinas.
Pahlawan nasional Ki Mangunsarkoro barangkali akan prihatin melihat korupsi makin mengemuka di kalangan generasi penerusnya. Ki Mangunsarkoro adalah mantan menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang dikenal sangat sederhana dan bersahaja. Tidak pernah ada dalam pikirannya untuk memperkaya diri. Dia hanya berpikir bagaimana memajukan bangsa dan negara.
Ki Mangunsarkoro nama lengkapnya adalah Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Dia lahir 23 Mei 1904 di Solo. Dibesarkan di lingkungan keraton, dia memilih karir sebagai guru. Ki Mangunsarkoro pernah menjabat sebagai kepala sekolah HIS Budi Utomo Jakarta. Atas permintaan penduduk Kemayoran dan restu Ki Hadjar Dewantoro, dia mendirikan Perguruan Tamansiswa di Jakarta. Perjuangannya di bidang pendidikan berpuncak sebagai menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pada kabinet Hatta II.
Sewaktu menjabat menteri, dia ikut menjadi pelopor lahirnya universitas tertua di Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Dia juga pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, sekarang Institut Seni Indonesia (ISI). Orang kepercayaan Ki Hajar Dewantoro ini adalah salah satu peletak dasar sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Ki Mangunsarkoro juga aktif di politik. Dia tokoh yang tak mau kompromi (non-kooperasi) dengan Belanda. Dia pernah terpilih sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI). Penjara juga bukan tempat asing bagi pejuang seperti Ki Mangunsarkoro. Pada saat agresi Belanda II di Yogyakarta, Ki Mangunsarkoro pernah ditahan di penjara Wirogunan.
Untuk menghormati jasanya, pada November 2011, dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional bersama Buya Hamka, IJ Kasimo, Pakubuwono X, I Ketut Pudja, Idham Chalid, dan Sjafroeddin Prawiranegara. Sebuah jalan di kawasan Menteng, Jakarta diberi nama Jl Ki Mangunsarkoro.
Selain sumbangan gagasan dan pemikiran bagi kemajuan bangsa dan negara, Ki Mangunsarkoro dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Bersama Mohammad Syafei (INS Kautaman, mantan menteri pendidikan), Mohammad Isha Anshary (ulama Masyumi), dan Buya Hamka, dia dikenal sebagai sosok yang setia dengan sarung dan peci.
Busana bagi dia tidak perlu bermewah-mewah. Busana yang penting bisa menguatkan identitas. Meskipun menjadi menteri, kemanapun dia pergi, ke istana maupun gedung parlemen, tetap mengenakan sarung. Oleh karena itu, sering namanya dipelesetkan menjadi Ki Mangun Sarungan. Lebih bersahaja lagi, sewaktu menjabat menteri, dia tidak pernah mau tinggal di rumah dinas menteri!
Kalau dibandingkan dengan pejabat sekarang, sulit menemukan tandingan bagi kesahajaan Ki Mangunsarkoro. Jangankan memakai sarung ke setiap acara kenegaraan, sarung pun dikorupsi. Alamak!
Baru lalu ditemukan kasus korupsi sapi impor, mesin jahit, hingga sarung. Belakangan ini, muncul tersangka korupsi pengadaan Alquran dan baju dinas.
Pahlawan nasional Ki Mangunsarkoro barangkali akan prihatin melihat korupsi makin mengemuka di kalangan generasi penerusnya. Ki Mangunsarkoro adalah mantan menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang dikenal sangat sederhana dan bersahaja. Tidak pernah ada dalam pikirannya untuk memperkaya diri. Dia hanya berpikir bagaimana memajukan bangsa dan negara.
Ki Mangunsarkoro nama lengkapnya adalah Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Dia lahir 23 Mei 1904 di Solo. Dibesarkan di lingkungan keraton, dia memilih karir sebagai guru. Ki Mangunsarkoro pernah menjabat sebagai kepala sekolah HIS Budi Utomo Jakarta. Atas permintaan penduduk Kemayoran dan restu Ki Hadjar Dewantoro, dia mendirikan Perguruan Tamansiswa di Jakarta. Perjuangannya di bidang pendidikan berpuncak sebagai menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pada kabinet Hatta II.
Sewaktu menjabat menteri, dia ikut menjadi pelopor lahirnya universitas tertua di Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Dia juga pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, sekarang Institut Seni Indonesia (ISI). Orang kepercayaan Ki Hajar Dewantoro ini adalah salah satu peletak dasar sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Ki Mangunsarkoro juga aktif di politik. Dia tokoh yang tak mau kompromi (non-kooperasi) dengan Belanda. Dia pernah terpilih sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI). Penjara juga bukan tempat asing bagi pejuang seperti Ki Mangunsarkoro. Pada saat agresi Belanda II di Yogyakarta, Ki Mangunsarkoro pernah ditahan di penjara Wirogunan.
Untuk menghormati jasanya, pada November 2011, dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional bersama Buya Hamka, IJ Kasimo, Pakubuwono X, I Ketut Pudja, Idham Chalid, dan Sjafroeddin Prawiranegara. Sebuah jalan di kawasan Menteng, Jakarta diberi nama Jl Ki Mangunsarkoro.
Selain sumbangan gagasan dan pemikiran bagi kemajuan bangsa dan negara, Ki Mangunsarkoro dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Bersama Mohammad Syafei (INS Kautaman, mantan menteri pendidikan), Mohammad Isha Anshary (ulama Masyumi), dan Buya Hamka, dia dikenal sebagai sosok yang setia dengan sarung dan peci.
Busana bagi dia tidak perlu bermewah-mewah. Busana yang penting bisa menguatkan identitas. Meskipun menjadi menteri, kemanapun dia pergi, ke istana maupun gedung parlemen, tetap mengenakan sarung. Oleh karena itu, sering namanya dipelesetkan menjadi Ki Mangun Sarungan. Lebih bersahaja lagi, sewaktu menjabat menteri, dia tidak pernah mau tinggal di rumah dinas menteri!
Kalau dibandingkan dengan pejabat sekarang, sulit menemukan tandingan bagi kesahajaan Ki Mangunsarkoro. Jangankan memakai sarung ke setiap acara kenegaraan, sarung pun dikorupsi. Alamak!
[tts]
sumber :
http://www.merdeka.com/peristiwa/ki-mangunsarkoro-menteri-sederhana-yang-setia-pakai-sarung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar